PELAPORAN KEUANGAN DAN PERUBAHAN HARGA

PELAPORAN KEUANGAN DAN PERUBAHAN HARGA

1. Pengertian Inflasi

Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinu). Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi.

Inflasi dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-mempengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga.

Inflasi dapat digolongkan menjadi tiga golongan, yaitu inflasi ringan, sedang, berat, dan hiperinflasi. Inflasi ringan terjadi apabila kenaikan harga berada di bawah angka 10% setahun; inflasi sedang antara 10%—30% setahun; berat antara 30%—100% setahun; dan hiperinflasi atau inflasi tak terkendali terjadi apabila kenaikan harga berada di atas 100% setahun.

Inflasi merupakan fenomena dunia yang banyak terjadi di negara berkembang, namun kecenderungan yang ada di negara maju mengadopsi “akuntansi inflasi” untuk memperbaiki penyimpangan dari convensional historical cost accounting yang memasukkan unsur perubahan harga dan inflasi pada pendapatan dan asset.

2. Perbedaan Akuntansi di AS, Inggris, dan Brasil

a. AS

Pada tahun 1970, FASB mengeluarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (Statement of Financial Accounting Standards-SFAS) No. 33 Berjudul ”Pelaporan Keuangan dan Perubahan Harga”, pernyataan ini mengharuskan perusahaan-perusahaan AS yang memiliki persediaan dan aktiva tetap yang bernilai lebih dari $125 juta atau total aktiva lebih dari $1 miliar,untuk selama lima tahun mencoba melakukan pengungkapan daya beli konstan biaya historis dan daya beli konstan biaya kini.

a.FASB menerbitkan panduan (SFAS 89) untuk membantu perusahaan yang melaporkan pengaruh pernyataan atas harga yang berubah

b. Perusahaan pelapor didorong untuk mengungkapkan informasi berikut untuk 5 tahun terakhir :

- Penjualan bersih dan pendapatan operasi lainnya

- Laba dari operasi yang berjalan berdasarkan dasar biaya kini

- Keuntungan atau kerugian daya beli (moneter) atas pos-pos moneter bersih

- Kenaikan atau penurunan dalam biaya kini atau jumlah yang dapat dipulihkan (jumlah kas bersih yang diperkirakan akan dapat dipulihkan melalui penggunaan atau penjualan) yang lebih rendah dari persediaan atau aktiva tetap, bersih dari inflasi (perubahan tingkat harga umum).

- Setiap agregat penyesuaian translasi mata uang asing, berdasarkan biya kini, yang timbul dari proses konsolidasi.

- Aktiva bersih pada akhir tahun menurut dasar biaya kini

- Laba per saham (dari operasi berjalan) menurut dasar biaya kini.

- Dividen per saham biasa

- Harga pasar akhir tahun per lembar saham biasa

- Tingkat Indeks Harga Konsumen (Consumer Price Index-CPI) yang digunakan untuk mengukur laba dari operasi berjalan.

Untuk meningkatkan daya banding data tersebut,informasi dapat disajikan dalam :

a. Ekuivalen daya beli rata-rata (atau akhir tahun), atau

b. Dollar periode dasar (1967) yang digunakan dalam menghitung CPI.

b. Inggris

Komite Standar Akuntansi Inggris (Accounting Standard Commitee-ASC) menerbitkan Pernyataan Standar Praktik Akuntansi 16 (Statement of Standards Accounting Practice-SSAP 16), ”Akuntansi Biaya Kini” untuk masa percobaan 3 tahun pada bulan maret 1980.

a. SSAP 16 mengadopsi hanya metode biaya kini untuk pelaporan eksternal

b.laporan biaya kini di Inggris mewajibkan baik laporan laba rugi dan neraca biaya kini, beserta catatan penjelasan.

Standar di Inggris memperbolehkan tiga pilihan pelaporan :

1.Menyajikan akun-akun biaya kini sebagai laporan keuangan dasar dengan akun-akun pelengkap biaya historis

2.Menyajikan akun-akun biaya historis sebagai laporan keuangan dasar dengan akun-akun pelengkap biaya kini

3.Menyajikan akun-akun biaya kini sebagai satu-satunya akun yang dilengkapi dengan informasi biaya historis yang memadai

c. Brasil

Akuntansi inflasi yang direkomendasikan di Brasil mencerminkan dua kelompok pilihan pelaporan, yaitu :

a. Hukum Perusahaan Brasil

menyajikan ulang akun-akun aktiva permanen dan ekuitas pemegang saham dengan menggunakan indeks harga yang diakui oleh pemerintah federal untuk mengukur devaluasi mata uang lokal

b. Komisi Pengawas Pasar Modal Brasil

mewajibkan metode akuntansi untuk perusahaan-perusahaan yang sahamnya diperdagangkan di depan publik harus mengukur ulang seluruh transaksi yang terjadi dalam suatu periode dengan menggunakan mata uang fungsionalnya.

Pada akhir periode, indeks tingkat harga umum yang berlaku mengubah unit daya beli umum menjadi unit mata uang lokal nominal. Juga :

c. Persediaan dikategorikan sebagai aktiva non moneter dan diukur ulang dengan menggunakan mata uang fungsional

d. Pos-pos moneter yang tidak dikenakan bunga dengan masa jatuh tempo yang melebihi 90 hari didiskontokan menjadi nilai kini untuk mengalokasikan keuntungan dan kerugian inflasi yang terjadi ke dalam periode akuntansi yang memadai

e. Penyesuaian neraca direklasifikasikan juga ke dalam pos-pos terkait dalam laporan laba rugi

3. Akuntansi Bagi Inflasi Luar Negri

Semua metode translasi yang pernah di bahas di bab sebelumnya pada dasarnya mengabaikan efek-efek inflasi luar negeri dalam proses konsolidasi. Untuk mengatasi kelemahan ini, beberapa penulis menganjurkan restate ment saldo valas untuk mencerminkan perubahan dalam daya beli lokal dari unit valas kemudian mentranslasikan hasilnya ke dalam valas domestik yang ekivalen. Keuntungan-keuntungan pokok dari usulan “restate-translate” adalah sebagai berikut :

1. Usulan tersebut memungkinkan pembaca laporan keuangan untuk menilai hasil-hasil operasi biasa dalam kaitannya dengan valas lokal serta efek-efek inflasi terpisah dari hasil operasi ini.

2. Memungkinkan manajemen untuk mengukur dengan lebih baik kinerja dari suatu anak perusahaan sesudah penyesuaian dilakukan untuk “memelihara” aset-aset keuangan anak perusahaan.

3. Memungkinkan manajemen untuk mengevaluasi kinerja anak perusahaan dalam kaitannya dengan lingkungan tempat aset-aset anak perusahaan tersebut berada.

4. Memungkinkan manajemen untuk memastikan seluruh efek dari setiap devaluasi

valas terhadap hasil operasi anak perusahaan jika devaluasi terjadi.

Kritik terhadap pendekatanrestate-translate mengemukakan bahwa metode ini menghasilkan suatu unit pengukuran yang mencerminkan multiple standard yang berkaitan dengan daya beli umum. Misalnya, sebuah perusahaan induk di AS yang mengkonsolidasikan hasil operasi dari 10 anak perusahaannya di luar negeri (laju inflasinya berbeda-beda) akan menghasilkan laporan keuangan dalam dolar AS. Jumlah dolar tesebut mencerminkan daya beli dari 10 negara berbeda. Hal ini tidak diinginkan oleh pembaca laporan keuangan di AS karena kurs valas mengandung unsur inflasi, intinya inflasi lokal di catat dua kali dalam metode“restate-translate”.

Para kritikus restate-t ranslate mendukung penerapan apa yang dinamakan pendekatan translate-restate. Berdasarkan proses ini, perkiraan-perkiraan luar negeri terlebih dahulu

ditranslasikan ke dalam valuta perusahaan induk dan kemudian di-restate ke dalam daya

beli umum domestik yang ekivalen.

Para pendukung pendekatantranslate-restate mengemukakan bahwa adalah lebih mudah bagi perusahan induk untuk mentranslasikan semua operasi luar negeri ke dalam unit valuta domestik dan kemudian melakukan sekali sajarestatem ent inflasi daripada me- restate perkiraan –perkiraan inflasi di masing-masing negara. Selain itu, metode translate- restate tidak hanya memperlihatkan efek perubahan kurs valas terhadap laporan keuangan tetapi juga mengungkapkan efek inflasi domestik terhadap potensi pengembalian bagi investor domestik. Intinya, perkiraan konsolidasi yang disiapkan sesuai dengan metode translate-restate diekspresikan dalam standar pengukuran tunggal yaitu, dolar daya beli domestik

Prosedur penyesuaian tingkat harga yang menurut penulis tepat yaitu :

1. restate laporan keuangan dari semua anak perusahaan, baik domestik maupun yang

di luar negeri, serta laporan keuangan perusahaan induk, untuk mencerminkan perubahan harga spesifik misalnya biaya berjalan.

2. Translasi semua perkiraan perusahaan anak di luar negeri ke dalam valuta domestik

yang ekivalen dengan menggunakan konstanta misalnya kurs berjalan atau kurs

tahun dasar.

3. Dalam menghitung keuntungan atau kerugian moneter, harus dipakai indeks-indeks harga spesifik yang relevan dengan konsumsi barang dan jasa perusahaan. Perspektif perusahaan induk akan meminta pemakaian indeks harga domestik; perspektif lokal akan meminta indeks harga spesifik luar negeri.

Me-restate kedua perkiraan domestik dan luar negeri ke dalam harga berjalan spesifik yang ekivalen menghasilkan informasi yang relevan dengan keputusan. Informasi ini menyiratkan jumlah maksimum arus deviden potensial yang realistis bagi para investor dan memudahkan prediksi arus kas masa depan.selain itu tugas membandingkan hasil-hasil konsolidasi dari semua perusahaan akan menjadi lebih mudah.

4. PENCEGAHAN TERJADINYA“DOUBLE-DIP”

Pada saat me-restate perkiraan-perkiraan luar ngeri untuk memperhitungkan inflasi luar negeri, kehati-hatian harus dijaga untuk mencegah fenomena“double-dip ”. Masalah ini timbul dari fakta bahwa inflasi lokal memberi dampak langsung pada kurs yang digunakan dalam proses translasi. Walaupun ahli ekonomi umumnya mengasumsikan suatu hubungan terbalik antar laju inflasi internal suatu negara dengan nilai eksternal valutanya, bukti-bukti memperlihatkan bahwa hubungan seperti ini jarang terjadi, paling tidak dalam jangka pendek. Oleh karenanya besarnya penyesuaian yang dilakukan untuk menghilangkan fenomena penghitungan ganda akan bervariasi tergantung pada kadar korelasi negatif antara kurs dengan perbedaan inflasi.

Penyesuaian inflasi terhadap harga pokok penjualan dan beban depresiasi dirancang untuk menekan laba “seperti yang dilaporkan” agar tidak terjadioverstate ment laba.meskipun begitu, akibat hubungan negatif antara inflasi lokal dan nilai valuta, perubahan kurs antara laporan keuangan yang lain yang berurutan, yang pada umumnya diakibatkan oleh inflasi (paling tidak selama satu periode tertentu), akan menyebabkan perusahaan merefleksikan paling tidak sebagian dampak inflasi (yaitu penyesuaian translasi valuta), dalam laba “seperti dilaporkanya”. Jadi untuk mencegah penghitungan inflasi ganda, kerugian translasi yang telah tercermin dalam laba “seperti yang telah dilaporkan” sebuah perusahaan harus diperhitungkan sebagai bagian dari penyesuaian inflasi.

Penyesuaian di atas relevan untuk perusahaan multinasional yang berbasis di AS karena telah mengadopsikan dolar sebagai valuta fungsional operasi luar negeri berdasarkanFA S B No.52 dan yang mentranslasikan persediaan dengan menggunakan kurs berjalan. Sedangkan bagi perusahaan yang berbasis di Eropa kecendrungannya ke arah penggunaan metode translasi kurs berjalan. Sehingga tanpa adanya penyesuaian maka bisa berakibat laba yang terlalu rendah atau laba terlalu tinggi karena inflasi luar negeri dihitung dua kali.

Sumber :

http://dedysuarjaya.blogspot.com/2010/09/akuntansi-internasional-untuk- perubahan_16.html

http://www.scribd.com/doc/17223640/320267625961047911

0 Responses

Posting Komentar

abcs